www.teropongpublik.id – Film A Business Proposal versi Indonesia berhasil meraih popularitas yang luar biasa setelah dirilis di Netflix. Dalam waktu singkat, film yang dibintangi Abidzar Al-Ghifari dan Ariel Tatum ini berhasil mencapai posisi puncak di daftar Top 10 Netflix Indonesia, hanya dalam tiga hari setelah tayang.
Kepopuleran ini datang setelah film tersebut mengalami gelombang penolakan saat pertama kali tayang di bioskop. Banyak penonton yang awalnya skeptis, tetapi setelah ditayangkan di platform streaming, mereka mengubah pendapat setelah melihat kualitas film yang ditawarkan.
Dari segi cerita, A Business Proposal menawarkan alur yang dianggap ringan dan menghibur, cocok untuk dinikmati berbagai kalangan. Beberapa penonton mengapresiasi akting para pemerannya yang dinilai mampu menyampaikan emosi dengan baik.
Kisah Di Balik Kegagalan dan Keberhasilan Film
Film ini mengalami kegagalan di bioskop pada rilis perdana pada 6 Februari 2025. Banyak yang berpendapat bahwa kontroversi seputar komentar Abidzar dalam promosi film berkontribusi pada penolakan tersebut. Ia mengaku tidak menonton versi Korea atau membaca sumber orisinalnya, yang dianggap oleh penggemar drakor sebagai tindakan yang tidak menghormati.
Abidzar pun membuat pernyataan yang menimbulkan protes, di mana ia menyebut penggemar drama Korea sebagai “fanatik” dan “rasial”. Komentar tersebut memicu kemarahan di kalangan penggemar yang merasa disudutkan, hingga berujung pada seruan untuk memboikot film ini. Hal ini membuat film ini tidak bertahan lama di bioskop.
Namun, ketika tayang di Netflix, situasi berubah secara dramatis. Penonton yang awalnya merasa kecewa mulai menyadari bahwa film ini tidak seburuk yang mereka bayangkan. Setelah menonton, banyak yang mengakui kualitas film ternyata baik dan menghibur.
Respon Penonton Terhadap Aksi Boikot
Sebagian besar netizen yang tadinya mendukung boikot akhirnya menyampaikan penyesalan setelah menyaksikan filmnya. Banyak yang menyebut bahwa keputusan untuk tidak menonton film tersebut pada awalnya merupakan kesalahan. Beberapa pengguna media sosial bahkan mengungkapkan bahwa mereka merasa “salah langkah” dengan ikut dalam aksi boikot.
Komunitas online juga mulai memberikan respon yang lebih positif. Beberapa komentar menyarankan penonton untuk lebih terbuka dalam menilai sebuah karya, terlepas dari bagaimana perjalanan film itu sebelumnya. Banyak yang berpendapat bahwa kualitas film harus dievaluasi secara objektif.
“Saya tidak menyangka film ini ternyata sangat menghibur. Seharusnya, kita seharusnya memberi kesempatan tanpa berlebihan,” tulis salah satu pengguna yang merasa terhibur setelah menonton.
Pemindahan Platform dan Dampaknya terhadap Film
Pindahnya tayangan ke platform streaming memiliki dampak signifikan bagi eksposur film. Banyak penonton yang lebih memilih menikmati film di rumah sambil bersantai, terutama pada saat pandemi, sehingga menjadikan Netflix pilihan yang lebih menarik. Hal ini juga memudahkan akses bagi penonton dari berbagai kalangan.
Setelah tayang di Netflix, film ini menuai beragam ulasan positif yang terlihat di media sosial. Komentar-komen yang menyebut akting Abidzar sebagai “bagus” serta pujian terhadap karakter yang diperankannya mulai banyak bermunculan. Ini menunjukkan bahwa film memperoleh apresiasi baru pasca tayang di platform digital.
Platform streaming memberikan kesempatan baru bagi film yang sebelumnya mengalami kesulitan. Penonton merasa lebih bebas untuk menilai tanpa pengaruh opini awal yang terbangun dari kontroversi. Tak heran jika banyak yang merasa penyesalan setelah melihat sendiri kualitas film ini.
Kesimpulan dan Harapan untuk Film Indonesia
Pengalaman A Business Proposal menunjukkan bagaimana sebuah proyek seni bisa mengalami pasang surut yang ekstrem. Dari penolakan di bioskop hingga kenaikan popularitas yang nyata di platform streaming adalah perjalanan yang mencerminkan dinamika industri film. Kontroversi tidak selalu menjadi penghalang, tetapi juga bisa menjadi batu loncatan menuju penerimaan lebih luas.
Kedepannya, harapan untuk film-film Indonesia semakin besar, terutama dengan keberagaman cerita dan tema yang bisa diangkat. Ingatlah bahwa penilaian yang objektif adalah kunci untuk mendukung perkembangan perfilman lokal. Ini menjadi pencayaan bagi sineas dan pemeran untuk terus berkarya dan menghadirkan cerita menarik.
Akhir kata, semoga film seperti ini bisa menyalakan semangat baru dalam perfilman Indonesia dan menarik lebih banyak penonton untuk memberi peluang pada karya-karya lokal yang berpotensi. Ini adalah langkah penting dalam mendorong industri kreatif semakin berkembang dan berkualitas.