www.teropongpublik.id –
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, saat pertemuan dalam kegiatan pengawasan ibadah haji 2025 di Makkah, Arab Saudi, Kamis (12/6/2025). Foto: rdn/vel/DPR
Makkah — Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI memberikan perhatian serius terhadap kualitas layanan jemaah haji Indonesia, terutama pada fase-fase penting seperti Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang saat ini berada dalam kategori layanan yang sangat rendah. Hal ini sangat memprihatinkan dan mendesak untuk mendapatkan perhatian lebih.
Dengan kondisi layanan haji yang dinilai tidak layak, DPR RI menekankan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas minimal menjadi lebih baik, setidaknya ke Grade-C atau bahkan Grade-B. Situasi ini menuntut langkah konkret untuk meningkatkan pelayanan bagi jemaah haji.
Pelayanan yang Harus Ditingkatkan Secara Menyeluruh
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, menggarisbawahi bahwa peningkatan kualitas layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina harus dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari fasilitas tenda, akomodasi, hingga asupan konsumsi, semua harus memenuhi standar yang lebih tinggi. Hal ini menjadi esensial, karena jemaah berhak mendapatkan pelayanan yang layak selama menjalani ibadah haji.
Menurut Wachid, ketika dia melakukan kunjungan langsung di Arafah, ia menemukan bahwa beberapa penyedia layanan dengan anggaran yang sangat rendah, yaitu Grade-D, mampu memberikan kualitas pelayanan yang setara dengan Grade-C atau bahkan Grade-B. Ini menunjukkan bahwa dengan tekad yang kuat dan pengawasan yang ketat, peningkatan ini bukanlah hal yang mustahil. Penting untuk memahami bahwa mutu layanan tidak sepenuhnya bergantung pada anggaran, tetapi juga pada pengelolaan dan komitmen penyedia layanan.
Strategi Efisiensi untuk Meningkatkan Kualitas Tanpa Menggangu Biaya
Dalam upaya mengatasi masalah biaya, yang sering kali menjadi kekhawatiran, Wachid mengusulkan bahwa peningkatan kualitas tidak selalu harus berbanding lurus dengan kenaikan biaya. Strategi efisiensi baru menjadi fokus utama, di mana DPR RI mendorong dibuatnya kontrak jangka panjang untuk pemondokan di kawasan khusus untuk jemaah haji asal Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa dengan mengontrak satu blok kawasan selama lima tahun, biaya dapat ditekan sehingga selisih anggaran tersebut dapat dialokasikan untuk peningkatan layanan di Armuzna. Ini adalah langkah proaktif yang menunjukkan bahwa DPR tidak hanya menganggap masalah ini tetapi juga berusaha mencari solusi inovatif untuk meningkatkan pengalaman ibadah haji.
Pentingnya Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji
DPR RI juga telah bergerak cepat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Fokus utama dari revisi ini adalah untuk memperbaiki tata kelola serta meningkatkan akuntabilitas layanan. Dalam hal ini, sistem pengawasan terhadap penyedia layanan di Arab Saudi juga akan diperketat untuk mencegah potensi masalah serupa di masa mendatang.
Wachid menegaskan bahwa peraturan haji harus mampu menjawab tantangan zaman dan tidak bisa dibiarkan stagnan. Kualitas layanan bagi jemaah harus menjadi prioritas dan tidak boleh ada kompromi dalam hal ini. Setiap jemaah memiliki hak untuk mendapatkan layanan yang memadai dan nyaman selama menjalani ibadah suci.
Timwas DPR RI sangat menekankan bahwa ibadah haji adalah hak yang dimiliki oleh seluruh umat Muslim di Indonesia. Oleh karena itu, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin pelaksanaan ibadah ini berlangsung dengan aman, nyaman, dan bermartabat. Dalam konteks ini, transparansi dan profesionalisme dalam penggunaan anggaran oleh Kementerian Agama serta seluruh mitra penyelenggara haji juga sangat diperlukan.