www.teropongpublik.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid, menekankan bahwa penegakan tata ruang yang ketat sangat penting untuk melindungi lahan pertanian yang produktif dan menjaga ketahanan pangan nasional. Dalam konteks ini, kebijakan yang jelas dan tegas diperlukan agar lahan pertanian tidak beralih fungsi secara sembarangan.
Pernyataan tersebut disampaikan Nusron saat membuka Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Penataan Ruang di Pulau Sulawesi yang berlangsung di Palu, Sulawesi Tengah. Ia menjelaskan bahwa meskipun ada ketidaknyamanan dalam penegakan kebijakan, hal tersebut perlu dilakukan untuk menjaga arah pembangunan agar tetap sesuai dengan tujuan nasional.
“Pengelolaan yang ketat ini adalah bagian dari manajemen risiko yang harus kita terapkan,” tambahnya. Ia mengajak semua pihak untuk berkomitmen dalam melindungi lahan pertanian dan berinvestasi dalam keberlanjutan pangan.
Mengatasi Tantangan Alih Fungsi Lahan dalam Pembangunan
Nusron menjabarkan bahwa sebelum penerapan skema pengendalian yang lebih ketat, sekitar 120 ribu hektare lahan sawah hilang setiap tahun. Hal ini menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan pasokan pangan nasional di tengah meningkatnya jumlah penduduk dan krisis iklim yang kian mendesak.
Untuk itu, pemerintah telah merumuskan kebijakan baru bernama Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD). Kebijakan ini memisahkan lahan menjadi dua kategori: LP2B dan Non-LP2B, sesuai dengan tingkat perlindungannya.
- LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan): kategori ini tidak boleh dialihfungsikan sama sekali.
- Non-LP2B: masih dapat dialihfungsikan tetapi dengan syarat lahan pengganti harus memiliki produktivitas yang setara.
Kritik terhadap Praktik Penerbitan PKKPR yang Tidak Sesuai
Dalam kesempatan tersebut, Nusron juga menyoroti kebijakan terkait penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR). Ia mengungkapkan bahwa saat ini hampir 88 persen PKKPR diterbitkan tanpa dasar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang jelas.
Masalah ini, menurutnya, sangat serius karena kebijakan yang tidak berbasis pada RDTR dapat menimbulkan risiko bencana ekologis, seperti banjir dan longsor. Hal ini menjadi pelajaran penting yang harus segera diperbaiki agar tidak terulang di masa depan.
Sebagai langkah untuk menangani isu ini, Kementerian ATR/BPN meluncurkan program Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP) dengan dukungan internasional. Target dari program ini adalah menyusun 2.000 RDTR secara nasional hingga tahun 2029.
Pentingnya Kolaborasi Antar Berbagai Pihak dalam Pembangunan
Dalam forum yang dihadiri oleh kepala daerah se-Sulawesi, Nusron menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor dan wilayah sangat penting untuk menyusun kebijakan tata ruang yang adil dan berorientasi ke depan. Ia berharap, semua pihak dapat bekerja sama dalam menemukan solusi yang terbaik untuk permasalahan ruang dan pemanfaatannya.
“Kami ingin pembangunan yang dilakukan tetap mendukung investasi, tetapi tidak boleh mengorbankan ruang hidup masyarakat dan lahan pertanian kita,” tegas Nusron. Pernyataan tersebut mencerminkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan pembangunan yang berkelanjutan.
Strategi-strategi yang diterapkan diharapkan dapat membangun kesadaran di antara semua stakeholder tentang pentingnya tata ruang yang baik. Keselarasan antara pembangunan infrastruktur dan pelestarian lahan pertanian menjadi kunci untuk ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.