www.teropongpublik.id – JAKARTA – Ketegangan yang terjadi antara Iran dan Israel di Timur Tengah semakin meningkat, menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik yang berpotensi mengganggu stabilitas global, khususnya dalam bidang energi. Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, memperingatkan bahwa krisis ini harus dihadapi dengan serius oleh Pemerintah Indonesia.
“Serangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran merupakan langkah yang sangat kritis. Jika Iran membalas dengan serangan rudal, atau bahkan menutup Selat Hormuz, konsekuensinya akan dirasakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia,” jelas TB Hasanuddin dalam pernyataannya yang diterima media, Selasa (24/6/2025).
Selat Hormuz berfungsi sebagai kanal penting yang mengalirkan sekitar 20 persen dari total distribusi minyak dan gas dunia. Ancaman dari Iran untuk menutup jalur ini menjadi semakin nyata seiring meningkatnya ketegangan dengan negara-negara Barat.
Strategi dan Dampak Terhadap Ekonomi Global
Meski keputusan untuk melakukan blokade Selat Hormuz masih menunggu persetujuan dari parlemen Iran, dampak dari ketidakpastian ini sudah mulai dirasakan. Dalam dua minggu terakhir, harga minyak mentah Brent melonjak dari USD 65 ke USD 73 per barel, merefleksikan kekhawatiran pasar.
TB Hasanuddin menekankan bahwa jika blokade terjadi, harga minyak mentah dunia dapat mencapai USD 90 per barel, yang tentunya akan mengganggu perekonomian global. Inflasi yang tinggi di berbagai negara akan menjadi salah satu akibat dari kondisi ini.
Konsekuensi lain yang mungkin muncul adalah pembengkakan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kenaikan harga BBM bisa berimbas pada penurunan daya beli masyarakat, dan memberikan tekanan tambahan pada ekonomi nasional.
Kepentingan Indonesia dalam Dinamika Energi Global
Dari sudut pandang Indonesia, yang merupakan negara pengimpor minyak dan gas, situasi ini sangat rentan. “Gangguan di Selat Hormuz akan berdampak langsung pada subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN,” terang TB Hasanuddin.
Di samping dampak harga BBM, lonjakan inflasi juga akan mengancam daya beli masyarakat di Indonesia. Peningkatan biaya logistik akibat pencarian jalur alternatif untuk distribusi energi bisa menambah beban ekonomi.
Ketergantungan Indonesia terhadap suplai energi dari Timur Tengah menjadikan negara kita sangat rawan terkena dampak. Blokade Selat Hormuz dapat memicu krisis yang merusak dari segi fiskal, logistik, dan sosial.
Potensi Ancaman dari Kelompok Militan Pro-Iran
Selain potensi blokade, serangan asimetris dari kelompok militan seperti Hizbullah dan Houthi juga patut menjadi perhatian. Serangan terhadap fasilitas militer AS atau aset sekutu di kawasan Teluk dapat memperburuk keadaan dan memicu konflik yang lebih luas.
“Kondisi ini dapat memicu perang terbuka, melibatkan negara-negara besar seperti Rusia, China, dan negara-negara Eropa,” ungkap TB Hasanuddin. Konflik yang berkepanjangan bisa mengganggu kestabilan global yang pada gilirannya memengaruhi Indonesia.
Oleh karena itu, TB Hasanuddin mengingatkan agar Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Mengambil langkah proaktif untuk mengatasi potensi krisis energi menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas nasional.
Pentingnya Diversifikasi dan Ketahanan Energi
TB Hasanuddin mendorong Pemerintah untuk menerapkan beberapa strategi jangka pendek dan menengah. Diversifikasi sumber energi, terutama dengan mengembangkan energi terbarukan, menjadi salah satu langkah penting yang disarankan.
Penguatan cadangan energi strategis nasional juga perlu diperhatikan. Pembangunan kilang minyak dalam negeri harus dipercepat untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan luar negeri.
“Diplomasi energi dengan negara-negara lain di luar Teluk Persia juga harus diprioritaskan. Krisis ini harus dihindari dengan membangun ketahanan energi yang solid dari sekarang,” tegas mantan jenderal TNI bintang dua tersebut.
Kesiapsiagaan Menghadapi Krisis Energi Nasional
Geopolitik yang berlangsung di Timur Tengah menunjukkan bahwa ketahanan energi adalah isu yang sangat strategis. Blokade Selat Hormuz bukan sekadar wacana, tetapi dapat berdampak nyata terhadap ekonomi Indonesia.
TB Hasanuddin menutup seruannya dengan meminta Pemerintah untuk segera memobilisasi kebijakan antisipatif. Kesigapan lintas sektor diperlukan agar Indonesia tidak terjebak dalam krisis energi yang bisa melumpuhkan stabilitas ekonomi nasional.
Dalam menghadapi perubahan dinamis global, penting bagi Indonesia untuk selalu siap siaga dan tidak lengah. Dapatkan keberlanjutan dan ketahanan energi untuk generasi mendatang melalui langkah-langkah yang tepat dan efisien.